Selamat datang Oktober 2016.
Terakhir entri 3 tahun lalu. Seperti mati suri perjalananku menulis di blog ini, dan bersyukur aku hidup kembali. Entah kapan terakhir menulis, Mungkin 3 bulan lalu di catatan pribadi yang kutulis menual. Banyak yang ingin kusampaikan hanya untuk menulis saja sepertinya bagian diriku yang lain selalu menang dalam pertandingan. Pun ia selalu menang telak untuk membuatku tak menulis sepatah kata saja untuk tugas akhir. Selamat atas kemenangannya. Menyedihkan memang.
Kuakui aku tidak bersemangat dan malas sekali mengerjakan tugas akhir ini. Bahkan beberapa teman sudah mengingatkan untuk segera bimbingan dan menulis. Dan aku menjadi buronan dosen, tapi apa daya kasur dan kumpulan cerpen kompas menarikku lebih kuat.
Lailil Maulidia
Ketika lisan tak lagi mampu berucap.. masih ada sepasang tangan mampu bercerita
Selasa, 25 Oktober 2016
Selasa, 11 Juni 2013
Cerita yang terpenggal
Butiran air yang turun malam itu
menambah aroma segar yang hinggap dihidungku. Terasa pekat dan begitu menusuk.
Kupercepat langkahku tanpa mempedulikannnya, sambil beberapa kali kulirik jam
tanganku yang mulai menunjukkan pukul 8 malam. Sebenarnya aku ingin menikmati perjalanan
ini,. Berlajan sendiri dan memecah genangan air yang tenang di aspal membuat
hatiku nyaman. Namun, entah mengapa hawa dingin tak henti-hentinya menyapu
tengkuk leherku, membuatku ingin segera beselimut di kasur kamarku. Menginjak
pekarangan rumah Supri, tetanggaku hawa dingin kian kuat berhembus. Otakku
mulai mencari logika atas semua ini, “hhmm,, wajar saja dingin.. memang
akhir-akhir ini sedang musim hujan”, ucapku menenagkan hati.
Pekarangan
rumah Supri terasa lebih panjang dari biasanya. Tepat di depan rumah Supri,
entah mengapa rasanya ingin sekali aku menoleh kearah jendela remang-remang
rumahnya.
(masih) tentangmu
10 Juni 2013
Kau aneh,
Kau
memang anak yang aneh, selalu membuatku bingung atas semua pendapat-pendapat
konyolmu dan semua tingkah lakumu yang tak masuk akal. Aku benar-benar tak
habis pikir menghadapai cowok sepertimu. Harus ku apakan kau ini agar kau mengerti??
Dua surat yang kutulis sebelumnya kukira sudah menceritakan apa yang sebenarnya
terjadi antara aku dan orang aneh satu ini, hai kalian para pembaca. Sore ini
untuk kesekian kalinya kau marah-marah tak jelas. Mengataiku bullshit dan juga
berpendapat telah membuatmu seolah-olah “habis manis
sepah dibuang” dan apalah itu.
Semua
alasanku kau tolak mentah-mentah, kau mulai bicara tak karuan. Semua hanya
berawal ketika beberapa menit yang lalu aku menolak untuk kau telpon dengan
alasan yang telah beribu kali ku sampaikan padamu. Namun seolah semua alasanku
terpantul seluruhnya dari telingamu, bahkan tidak sempat mampir masuk meskipun
pada akhirnya akan keluar lagi. Kau mulai berceloteh tentang puluhan smsku
dengan sahabat baikku. Kau berceloteh dengan cepat mengungkapkan bahwa kau
telah membaca semua sms itu dan pada akhirnya mengataiku omong kosong.
Aku
hanya bisa menjawab iya, iya dan iya saja dan tidak lupa aku minta maaf juga
kepadamu. Lagi-lagi tanggapanmu negative. Hadduuuhhh…. Lalu aku
harus berbuat apa lagi? Dari semua kejadian ini, memang aku yang salah.
Kesalahan ini memang berawal dari aku. Aku memang yang terlalu memberikanmu
harapan di awal-awal dulu. Itu kesalahan terbesarku. Namun aku punya alasan
untuk itu, karena aku tidak tega melihat seorang cowok yang mengorbankan
semuanya untuk mendapatkan hatiku. Aku yang salah terlalu kasian terhadapmu
hingga luka yang kau terima terasa lebih sakit. Untuk itu aku benar-benar minta
maaf.
Kau
pernah mengatakan padaku bahwa kau kan berhenti mengejarku ketika aku memiliki
cowok dan aku harus mengenalkannya padamu. Namun kau tak pernah mengerti aku
bukan tipe cewek yang gampang jatuh cinta dan jujur saja aku tak mau main-main
ketika aku berkomitmen, untuk itu aku tidak sembarangan memilih pasangan. Dalam
perjalanan cintaku nanti aku hanya berharap tidak terlalu banyak membuang waktu
untuk pacaran. Aku ingin menjalani hubungan yang serius ketika aku berada di
usia-usia menikah. Itu prinsipku dan itu sudah berkali-kali kusampaikan padamu.
Terakhir aku juga mengatakan bahwa aku juga tidak bisa menebak siapa yang akan
menjadi belahan jiwaku kelak.entah orang lain, atau bahkan dirimu aku tidak
tahu. Andaikan mungkin memang dirimu yang dicipkatakan untukku akupun tak akan
mengingkarinya.
Namun
aku tak berani memastikan itu sekarang, karena masih banyak yang harus kita
lakukan. Masih banyak yang harus kita capai di usia kita sekarang. Lebih dari
sekedar urusan percintaan. Apalagi kau seorang laki-laki yang kelak akan
menafkahi keluargamu. Tolong pikirkan tentang itu semua. Ketika kelak kau
sukses, sudah merasa cukup untuk menikah, dan yakin aku adalah bagian dari
tulang rusukmu, maka datanglah kepada ayahku. Aku akan lebih meluangkan waktu
untuk memikirkan itu, dari pada sekarang aku hanya bisa menggantungmu dan menganggapmu
hanya sebagai angina lalu. Untuk sekarang aku tak membatasimu untuk dekat
dengan siapapun karena kau berhak mencari yang lebih baik. Dan untuk sekarang
cobalah focus pada hal lain, tahan dulu semua inginmu untuk membuat ikatan
denganku.
Hujan Kelam
Hujan dan kelam
Lembaran potretmu berantakan, berdesakan memenuhi otakku
Kian mendayu nada yang datang bersamamu
Roda tak berhenti berputar, membawa kita pada awan
Bersama dentingan senar dan aku menghirup aromamu dalam-dalam
Kau mendekapku dan memeluk tanganku
Jalan yang kita tapaki masih menjadi saksi
Kita pernah disini..
Menginjak genangan air dan membuat serangga kecil di sepatu kita ketakutan
Rumput saja bercerita pada senja,
Tentang kisah “Usman bin Affan” yang kubawa
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga daun yang jatuh
Bergelayut manja pada dahan, seakan enggan menapaki tanah
Aku bernapas bersama gelapnya malam dan hujan
Tak bergeming hingga hujan tak berisik lagi. Tak bergerak
Dan kini daun dan tanah menyatu
Sedang air hujan tersesat dan hilang
Sayang, kini kau tak lagi pulang..
Malang, April 6th 2013
at 07.53 am
Langganan:
Postingan (Atom)